"Asmar Ditangah Rimba" Bag 2

(Lanjutan)

Tepat sudah tiga hari kami ada ditempat terpencil itu. Hari terakhir, sepanjang hari kami hanya ngobrol dan bermesraan saja. Kami memutuskan esok pagi kami harus pulang. Di hari terakhir itu, kesmpatan kami pakai semaksimal mungkin. Di hari yang cerah itu, bu Anis minta aku mandi bersama di sungai yang rimbun tertutup pohon-pohon besar. Kami mandi berendam, berpelukan, lalu bersenggama lagi. Bu Anis menuntun ******ku masuk ke memeknya. Dan di menggoyangkan pinggulnya agar aku merasa nikmat. Aku demikian pula, semakin menekan ******ku masuk kedalam memeknya. Di atas batu yang ceper nan besar, bu Anis membaringkan diri dengan posisi menantang, dia menguakkan selangkangngannya, memeknya terbuka lebar, disuruhnya aku menjilati bibir memeknya hingga itil bagian dalam yang negjendol itu. Dia merasakan nikmat yang luar biasa, lalu disuruhnya aku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang memeknya, dan menekannya dalam-dalam. Mata bu Anis merem melek kenikmatan. Tak lama kemudian dia minta aku yang berbaring, ******ku di elus-elus, diciumi, dijilati, lalu diisapnya dengan memainkan lidahnya, Bu Anis minta agar aku jangan ejakulasi dulu, tahan ya ? pintanya. " Jangan dikeluarin lho ?!" pintanya lagi, lalu mengisap ******ku dalam-dalam. Setelah dia enggak tahan, lalu dia naik diatasku dan memasukkan ******ku di memeknya, wah, goyangnya hebat sekali, akhirnya dia yang kalah duluan. Bu Anis mencubiti aku, menjambak rambutku, rupanya dia " keluar", dan menjerit kenikmatan, lalu aku menyusul yang "keluar" dan oh,,,,oh...oh....muncratlah air maniku dilubang memek bu Anis. "Jahat kamu ?!" kata bu Anis seraya menatapku manja dan memukuli aku pelan dan mesra. Aku tersenyum saja. " Jahat kamu Rangga, aku kalah terus sama kamu " Ujarnya lagi. Kami sama-sama terkulai lemas diatas batu itu.
Esoknya kami sudah berangkat dari tempat yang tak akan terlupakan itu. Kami memadu janji, bahwa suatu saat nanti kami akan kembali ke tempat itu. Kami pulang dengan mengambil jalan ke desa terdekat dan pergi ke kota terdekat agar tidak bertemu dengan rombongan yang terpisah itu.Dari kota kecil itu kami pulang ke kota kami dengan menyewa Taxi, sepanjang jalan kami berpelukan terus di dalam Taxi. Tak sedikitpun waktu yang kami sia-siakan. Bu Anis menciumi pipiku, bibirku, lalu membisikkan kata " Aku suka kamu " Aku juga membalasnya dengan kalimat mesra yang tak kalah indahnya. Dalam dua jam perjalanan itu, tangan dan jari-jari bu Anis tak henti-hentinya merogoh celana dalamku, dan memegangi ******ku. Dia tahu aku ejakulasi (keluar pejuh) di dalam celana, bahkan bu Anis tetap mengocok-ngocoknya. Aku terus memeluk dia, pak Supir tak ku ijinkan menoleh kami kebelakang, dia setuju saja. Sudah tiga kali aku " keluar" karena tangan bu Anis selalu memainkan ******ku sepanjang perjalanan di Taxi itu. " Aku lemas sayang ?!" bisikku mesra " Biarin !" Bisiknya mesra sekali. " Aku suka kok !" Bisiknya lagi. Tidak mau ketinggalan aku merogoh celana olah raga yang dipakai bu Anis. Astaga, dia tidak pakai celana dalam. Ketika jari-jari tanganku menyolok memeknya, dia tersenyum, bulunya ku tarik-tarik, dia meringis, dan apa yang terjadi ? astaga lagi, bu Anis sudah meler banyak, memeknya masah oleh semacam lendir, rupanya nafsunya tinggi sekali, becek banget. Tangan kami sama-sama basah oleh cairan kemaluan. Ketika sampai di rumah bu Anis, aku disuruhnya langsung pulang, enggak enak sama tetangga katanya. Dia menyodorkan uang dua lembar lima puluh ribuan, aku menolaknya, biar aku saja yang membayar Taxi itu. Lalu aku pulang.

Hari-hari berikutnya di sekolah, hubunganku dengan Anisa guru biologiku, nampak wajar-wajar saja dari luar. Tap ada satu temanku yang curiga, demikian para guru. Hari-hari selanjutnya selalu bermuara ditempat tempat khusus seperti hotel diluar kota, di pantai, bahkan pernah dalam suatu liburan kami ke Bali selama 12 hari.

Ketika aku sudah menyelesaikan studyku di SLTA, bu Anis minta agar aku tak melupakan kenangan yangpernah kami ukir. Aku diajaknya ke sebuah Hotel disebuah kota, yah seperti perpisahan. Karena aku harus melanjutkan kuliah di Autralia, menyusul kakakku Rina. Alangkah sedihnya bu Anis malam itu, dia nampak cantik, lembut dan mesra. Tak rela rasanya aku kehilangan bu Anis. Kujelaskan semuanya, walau kita beda usia yang cukup mencolok, tapi aku mau menikah dengannya. Bu Anis memberikan cincin bernata berlian yang dipakainya kepada aku. Aku memberikan kalung emas bermata zamrus kepada bu Anis. Cincin bu Anis hanya mampu melingkar di kelingkingku, kalungku langsung dipakainya, setelah dikecupinya. Bu Anis berencana berhenti menjadi guru, "sakit rasanya" ujarnya kalau terus menjadi guru, karena kelihalang aku. Bu Anis akan melanjutkan S2 nya di USA, karena keluarganya ada disana. Setelah itu kami berpisah hingga sekian tahun, tanpa kontak lagi.

Pada suatu saat, ada surat undangan pernikahan datang ke Apartemenku, datangnya dari Dra. Anisa Maharani, MSC. Rupanya benar dia menyelesaikan S2 nya.Aku terbang ke Jakarta, karena resepsi itu diadakan di Jakarta disebuah hotel bintang lima. Aku datang bersama kakakku Rina dan Papa. Di pesta itu, ketika aku datang, bu Anis tak tahan menahan emosinya, dia menghampiriku ditengah kerumunan orang banya itu dan memelukku erat-erat, lalu menangis sejadi-jadinya. "Aku rindu kamu Rangga kekasihku, aku sayang kamu, sekian tahun aku kehilangan kamu, andai saja laki-laki disampingku dipelaminan itu adalah kamu, alangkah bahagianya aku " Kata bu Anis lirih dan pelan sambil memelukku. Kamu jadi perhatian para hadirin, Rina dan Papa saling tatap kebingungan. Ku usap airmata tulus bu Anis. Kujelaskan aku sudah selesai S1 dan akan melanjutkan S2 di USA, dan aku berjanji akan membangun laboratorium yang kuberi nama Laboratorium "ANISA". Dia setuju dan masih menenteskan air mata.

Setelah aku diperkenalkan dengan suaminya, aku minta pamit untuk pulang, akupun tak tahan dengan suasana yang mengharukan ini. Setelah lima tahun tak ada khabar lagi dari dia, aku sudah menikah dan punya anak wanita yang kuberi nama Anisa Maharani, persis nama bu Anis. Ku khabari Anisa dan dia datang kerumahku di Bandung, dia juga membawa putranya yang diberi nama Rangga, cuma Rangga berbeda usia tiga tahun dengan Anisa putriku. Aku masih merasakan getaran-getaran aneh di hatiku, tatapan bu Anis masih menantang dan panas, senyumnya masih menggoda. Kami sepakat untuk menjodohkan anak kami kelak, jika Tuhan mengijinkannya.


BONUS FILE
Bercinta di Kebun
Gadis Desa
Batako
Cewek Pintar
Gadis Serbaguna


# THANKS FOR VISIT #

0 komentar:

Posting Komentar


Get paid To Promote at any Location
Copyright © Cerita S3X