"Asmara Ditengah Rimba" Bag. 1

Pada suatu liburan sekolah yang panjang, kami dari sebuah SLTA mengadakan pendaikan gunung di Jawa Timur. Rombongan terdiri dari lima laki-laki dan lima wanita. Diantara rombongan itu satu guru wanita ( guru biologi) dan satu guru pria ( guru olah raga ). Acara liburan ini sebenarnya amat tidak didukung oleh cuaca. Soalnya, acara kami itu diadakan pada awal musim hujan. Tapi kami tidak sedikitpun gentar menghadapi ancaman cuaca itu. Ada yang seikit mengganjal hati saya, yakni Ibu Guru Anisa ( Bu Anis ) yang terkenal galak dan judes itu dan anti cowok ! denger-denger dia itu lesbi. Ada yang bilang dia patah hati dari pacarnya dan kini sok anti cowok. Bu Anis usianya belum 30 tahun, sarjana, cantik, tinggi, kulit kuning langsat, full press body. Sedangkan teman - teman cewek lainnya terdiri dari cecwek-cewek bawel tapi cantk-cantik dan periang, cowoknya, terus terang saja, semuanya bandit asmara ! termasuk pak Martin guru olah raga kami itu.

Perjalanan menuju puncak gunung, mulai dari kumpul di sekolah hingga tiba di kaki gunung di pos penjagaan I kami lalui dengan riang gembira dan mulus-mulus saja. Seperti biasanya rombongan berangkat menuju ke sasaran melalui jalan setapak. Sampai tengah hari, kami mulai memasuki kawasan yang berhutan lebat dengan satwa liarnya, yang sebagian besar terdiri dari monyet-monyet liar dan galak. Menjelang sore, setelah rombongan istirahat sebentar untuk makan dan minum, kami berangkat lagi. Kata pak Martin sebentar lagi sampai ke tujuan. Saking lelahnya, rombongan mulai berkelompok dua-dua. Kebetulan aku berjalan paling belakang menemani si bawel Anisa dan disuruh membawa bawaannya lagi, berat juga sih, sebel pula ! Sebentar-sebentar minta istirahat, bahkan sampai 10 menit, lima belas menit, dan dia benar-benar kecapean dan betisnya yang putih itu mulai membengkak.

Kami berangkat lagi, tapi celaka, rombongan di depan tidak nampak lagi, nah lo ?! kami kebingungan sekali, bahkan berteriak memanggil-manggil mereka yang berjalan duluan. Tak ada sahutan sedikitpun, yang terdengan hanya raungan monyet-monyet liar, suara burung, bahkan sesekali auman harimau. Bu Anis sangat ketakutan dengan auman harimau itu. Akhirnya kami terus berjalan menuruti naluri saja. rasa-rasanya jalan yang kami lalui itu benar, soalnya hanya ada satu jalan setapak yang biasadilalui orang.

Sial bagi kami, kabut dengan tiba-tiba turun, udara dingin dan lembab, hari mulai gelap, hujan turun rintik-rintik. Bu Anis minta istirahat dan berteduh di sebuah pohon sangat besar. Hingga hari gelap kami tersasar dan belum bertemu dengan rombongan di depan. Akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di disebuah tepian batu cadas yang sedikit seperti goa.

Hujan semakin lebat dan kabut tebal sekali, udara menyengat ketulang sumsum dinginnya. Bajuku basah kuyup, demikian juga baju bu Anisa. Dia menggigil kedinginan. Sekejap saja hari menjadi gelap gulita, dengan tiupan angin kencang yang dingin. Kami tersesat di tengah hutan lebat.

Tanpa sadar bu Anis saking kedinginan dia memeluk aku. "Maaf" katanya. Aku diam saja, bahkan dia minta aku memeluknya erat-erat agar hangat tubuhnya. Pelukan kami semakin erat, seiring dengan kencangnya deras hujan yang dingin. Jika aku tak salah, hampit tiga jam lamanya hujan turun, dan hampir tiga jam kami berpelukan menahan dingin.

Setelah hujan reda, kami membuka ransel masing-masing. Tujuan utamanya adalah mencari pakaian tebal, sebab jaket kami sudah basah kuyup. Seluruh pakain bawaan bu Anis basah kuyup, aku hanya punya satu jaket parasut di ransel. Bu Anis minta aku meminjamkan jakaetku. Aku setuju. Tapi apa yag terjadi ? wow...bu anis dalam suasan dingin itu membuka seluruh pakaiannya guna diganti dengan yang agak kering. Mulai dari jaket, T. Shirt nya, BH nya, wah aku melihat seluruh tubuh bu Anis. Dia cuek saja, teteknya nampak samar-samar dalam gelap itu. Tiba-tiba dia memelukku lagi. "Dingin banget" katanya. " Terang dingin bu, habis ibu bugil begini" jawabku. "Habis bagaimana? basah semua, tolong pakein aku jeketmu dong ?" pinta bu Anis. Aku memakaian jaket parasut itu ketubuh bu Anis. Tanganku bersentuhan dengan payudaranya, dan aku berguman " maaf bu ?" "enggak apa-apa ?!": sahutnya. Hatiku jadi enggak karuan, udara yang aku rasakan dingin mendadak jadi hangat, entah apa penyebabnya. Bu Anis merangkulku, "dingin" katanya, aku peluk saja dia erat-erat. " Hangat bu ?" tanyaku " iya, hangat sekali, yang kenceng dong meluknya " pintanya. Otomatis aku peluk erat-erat dan semakin erat.

Aneh bin ajaib, bu Anis tampat sudah berkurang merasakan kedinginan malam itu, seperti aku juga. Dia meraba bibirku, aku reflex mencium bibir bu Anisa. Lalu aku melesnya lagi. " kenapa?" tanya bu Anis " maaf bu ? " Jawabku. " Tidak apa-apa Rangga, kita dalam suasana seperti ini saling membutuhkan, dengan begini kita saling bernafsu, dengan nafsu itu membangkitkan panas dalam darah kita, dan bisa mengurangi rasa dingin yang menyengat.

Kembali kami berpelukan, berciuman, hingga tanpa sadar aku memegang teteknya bu Anis yang montok itu, dia diam saja, bahkan seperti meningkat nafsu birahinya. Tangannya secara reflek merogoh celanaku kedalam hingga masuk dan memegang ******ku. Kami masih berciuman, tangan bu Anis melakukan gerakan seperti mengocok-ngocok ******ku. Tanganku mulai merogoh memeknya bu Anis, astaga ! dia rupanya sudah melepas celana dalamnya sedari tadi. Karena remang-remang aku sampai tak melihatnya. Memeknya hangat sekali bagian dalamnya, bulunya lebat.

Bu Anisa sepontan melepas seluruh pakaiannya, dan meminta aku melepas pula . Aku tanpa basa basi lagi langsung bugil. Kami bergumul diatas semak-semak, kami melakukan hubungan badan ditengah gelap gulita itu. Kami saling ganti posisi, bu anis meminta aku dibawah, dia diatas. Astaga, goyangnya mek ! pengalaman banget dia ? kan belum kawin ? " Kamu kuat ya?" bisiknya mesra." Lumayan bu ?!" sahutku setenga berbisik. " Biasa main dimana ?" tanyanya " maksud ibu ?" tanyaku kembali. " ahc enggak" jawabnya sambil melepas memeknya dari ******ku, dan dengan cekatan dia mengisap dan menjilati ******ku tanpa rasa jijik sedikitpun. Bu Anis meminta agar aku mengisap teteknya, lalu menekan kepalaku dan menuntunnya ke arah memeknya. Aku jilati memek itu tanpa rasa jijikpula. Tiba-tisa saja dia minta senggama lagi, lagi dan lagi, hingga aku muncrat keluar.

Aku sempatt bertanya, "bagaiman jika hamil bu?" " don't worry !" katanya. "disini kamu jangan panggil aku Ibu, panggil saja saya Anis, kan lebih mesra, ya khan ?" pintanya.aku menyetujuinya. Dan setelah dia memebersihkan memeknya dari pejuhku, dia merangkul aku lagi.

Malam semakin larut, hujan sudah reda, bintang-bintang di langit mulai bersinar. Pada jam duabelas tengah malam, bulan nampak bersinar terang benderang. Paras bu Anis tampak anggun dan cantik sekali. Kami ngobrol ngalor-ngidul, soal kondom, soal sekolah, soal nasib guru, dsb.

Setelah ngobrol sekian jam, tepat pukul tiga malam, bu Anis minta bersteubuh denganku lagi, katanya nikmat sekali ******ku. Aku semakain bingung, dari mana dia tahu macam-macam rasa ******, dia kan belum nikah ? tidak punya pacar ? kata orang dia lesbi.

Aku menuruti permintaan bu Anis. Dia menggagahi aku, lalu meminta aku melakukan pemanasan sex (four play). Mainan bu Anis bukan main hebatnya, segala gaya dia lakukan. Kami tak perduli lagi dengan dinginnya malam, gatalnya semak-semak. Kami bergumul dan bergumul lagi. Bu Anis meraih tanganku dan menempelkan ke teteknya. Dia minta agar aku meremas-remas teteknya, lalu memainkan lubang memeknya dengan jariku, menjilati sekujur bagian dagu. Tak kalah pula dia mengocok-ngocok ******ku yang sudah sangat tegang itu, lalu dijilatinya, dan dimasukkannya kelubang vaginanya, dan kami saling goyang menggoyang dan hingga kami saling mencapai klimaks kenikmatan, dan terkulai lemas.

Bu Anis minta agar aku tak usah lagi menyusul kelompok yang terpisah. Esoknya kami memutuskan untuk berkemah sendiri dan mencari lokasi yang tak akan mungkin dijangkau mereka. Kami mendapatkan tempat ditepi jurang terjal dan ada goa kecilnya, serta ada sungai yang bening, tapi rimbun dan nyaman. Romastis sekali tempat kami itu. Aku dan Bu Anis layaknya seperti Tarzan dan pacarnya di tengah hutan. Sebab seluruh baju yang kami bawa basah kuyup oleh hujan. Bu Anis hanya memakai selembar selayer yang dililitkan diseputar perut untuk menutupi kemaluannya. Aku telanjang bulat, karena baju kami sedang kami jemur ditepi sungai. Bu Anis dengan busana yang sangat minim itu membuat aku terangsang terus, demikian pula dia. Dalam hari-hari yang kami lalui kami hanya makan mi instant dan makanan kaleng.

Bersambung


Bonus File
Nyeri
Muslim
So Sweet

0 komentar:

Posting Komentar


Get paid To Promote at any Location
Copyright © Cerita S3X