Titin Gadis Kebumen part 2

Sebetulnya tanganku sudah ingin meraba tubuhnya dan memegang kejantanannya, tapi aku masih terlalu malu. Kuteruskan menjilat-jilat dan mengecup putingnya. Pak Iwan memegang dan menuntun tanganku untuk meraih batang tongkolnya. Agak gemetar kuraih tongkolnya, terasa begitu hangat dalam genggamanku. Aku masih menciumi putingnya sambil meremas-remas tongkolnya. Rupanya pak Iwan cukup bersabar membiarkan aku terbiasa dulu beberapa lama, sampai kemudian dia berkata: ”Kamu mau cium engga?” sambil pandangannya mengarah ke batang yang semakin mengeras itu. Agak ragu-ragu aku mengarahkan bibir ke kepala tongkol itu dan kucium... ”Aaagghh sayaaaang... bener begitu... terus...terussss.” dia berbisik. Mendengar panggilan sayang aku semakin tak ragu-ragu lagi menciumi batang tongkol itu sambil menjilat-jilatkan lidahku. Rasa dan baunya sangat unik. ”Masukkan ke mulutmu sayang, diemuuutt...” aku menurutinya dan kepalanya semakin tengadah tanda keenakan. Aku jadi bersemangat mau melakukan yang terbaik. Kuemut-emut sambil kukocok dengan tanganku, tanganku yang lain dituntunnya meraba kedua bolanya. Pak Iwan semakin mendesah-desah keenakan. Lalu kepalaku dituntunnya naik turun mengocok tongkolnya seirama dengan kocokan tanganku. ”Terusss..terussss sayaaaang, yah terussss... cepetin...cepetin...” aku makin cepat mengocok dengan mulut dan tanganku, ”Ohhh, aku mau keluar Tin,” aku bingung apa artinya, harus dilepas atau diteruskan, akhirnya aku tetap mengocoknya hingga dalam dua detik batang itu terasa menggembung dan meledak di mulutku. Aku terkejut merasakan cairan kental dan asin di mulutku, ”Telan aja.” katanya, aku pun menurutinya. Kuteruskan hingga kedutan batang itu berhenti di mulutku. ”Sini sayang,” katanya mengajakku naik ke wajahnya. Dipandanginya wajahku dengan mesra dalam kegelapan yang remang-remang, lalu diciumnya bibirku. Kali ini kusambut ciumannya, lidah kami bertautan. Saling menghisap, saling menjilat. Lamaaaa sekali. Saat berhenti, dikecupnya keningku, kelopak mataku, ujung hidung lalu ke bibirku dengan lembut. ”Makasih ya Tin,” katanya. Aku hanya bisa tersenyum mengangguk. Dibimbingnya kepalaku berbaring di dadanya. Aku benar-benar merasa bahagia malam itu. Dikecupnya keningku sambil membelai rambutku. Aku balas dengan kecupan di pipi dan dagunya. Nyaman sekali tidur di pelukan orang yang aku kagumi. Kami tidur telanjang berdekapan dalam balutan selimut, layaknya pengantin baru. Paginya aku terbangun karena kebiasaanku bangun pagi, pak Iwan masih mendengkur. Aku keluar pelan-pelan dari selimut dan memakai pakaianku.

Aku kembali ke kamarku dengan perasan campur aduk. Tidak percaya apa yang telah aku alami malam itu. Kuambil buku diaryku dan menuliskan semua yang ingin kuceritakan. Biasanya aku langsung memanfaatkan waktu bangun pagi untuk mencuci baju, lalu menyiapkan teh hangat. Tapi pagi ini aku jadi bengong, melamunkan apa yang sudah terjadi. Tak sadar aku begitu lama diam di kamar. Saat keluar kamar, pak Iwan sudah berdandan rapi dan sedang menghirup teh hangat yang dibuatnya sendiri. ”Maaf ya Pak, lupa bikinin teh” aku tersipu. Dia tersenyum, ya ampun ganteng sekali senyumannya pagi itu, ”Ngga papa mbak, maklum kog... Bangunin Tiara gih, terus mandi.”

Pagi itu aku sedikit canggung, tapi sikap pak Iwan yang wajar membuatku tenang. Apalagi perhatianku sudah tersita pada celotehan Tiara yang selalu ceria setiap pagi. Sehabis sarapan, mereka pun siap berangkat. Tiara dibiasakan mencium tangan saat berpamitan denganku. Aku biasa membalas dengan mencium pipinya. ”Dadaaaa mbaaaaak” waktu mereka keluar menuju lift. ”Berangkat ya mbak” seperti biasa pak Iwan selalu berpamitan padaku. ”Ya Pak.” jawabku berusaha sewajar mungkin. Pintu kami hanya berjarak 3 pintu dari lift. Sudah menjadi hal biasa untuk orang yang tinggal di lantai 31 menunggu lift agak lama. Tiba-tiba aku mendengar pak Iwan teriak sambil berlari kembali, ”Tunggu sebentar ya Tiara, Papa ada yang ketinggalan!” Aku segera membuka pintu supaya Pak Iwan bisa cepat mengambil yang tertinggal sambil melihat-lihat ke meja kira-kira apa yang ketinggalan. Waktu dia masuk, dia pun tersenyum, aku masih bingung... tiba-tiba direngkuhnya tubuhku dan dilumatnya bibirku sambil mendekapku erat-erat. Aku yang semula kaget, kemudian pasrah menyambut ciumannya. Tanganku refleks mengelus kemaluannya yang cepat menegang. Diremasnya dadaku yang menguncup sambil menelusupkan lidahnya bertautan dengan lidahku. Kami berciuman dengan panas, belakangan Pak Iwan kasih tau itu namanya French Kiss, ciuman Perancis. Lidah kami masih bertautan dan ”Ting...!” suara denting lift, ”Papa cepetaaaaan” teriakan Tiara terdengar dari sana, ”Pintu liftnya udah mau kebukaaaa!”. Aku terlepas dari dekapannya, dikecupnya sekali lagi bibirku, ”Daaaa... nanti lagi ya,” katanya sambil tersenyum. Senyuman paling ganteng yang pernah aku lihat.

*********
Jam 11.30 aku masih asyik menggosok pakaian, handphoneku berbunyi. Sms masuk dari pak Iwan ”Mau lagi nggak?” hanya itu bunyi smsnya. Aku sempat bingung mau jawab apa. ”Terserah bapak” balasku. Dalam hati aku dag dig dug. Membayangkan peristiwa semalam, masih terasa dekapan pak Iwan yang hangat, sentuhan bibirnya di keping dan leherku, ciumannya... jilatannya... ahhh. Tak sadar menit aku melamun, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari ruang tengah. Kucabut setrika dan keluar. Pak Iwan tersenyum di sofa sambil memegang remote TV. ”Sini Tin,” katanya sambil menepuk sofa disampingnya. Aku duduk di sampingnya melihat ke TV. Dia hanya diam saja, membuatku bingung.

”Kamu jangan jadi kaku begitu” akhirnya kebekuan terpecah, sambil mengelus punggungku. ”Tetep biasa aja”. Aku tersenyum ke arahnya.
”Kamu seneng ga semalem?” Aku mengangguk, sambil tersenyum.
”Kamu marah ga?” Aku menggeleng.
”Gini ya Tin. Aku musti terus terang dari awal, aku ga bisa janji apa-apa ke kamu. Meskipun aku terima kasih banget kamu ternyata ga marah, ga nolak tadi malam. Tapi sekali lagi, aku ga bisa janjiin apa-apa. Kecuali nanti tiap akhir bulan, selain kamu dapat gaji dari ibu, kamu juga akan dapet dari aku. Tentunya jangan sampai ibu tahu. Aku ga akan maksa kamu untuk seterusnya tetep mau ”melayani” aku. Nanti kalo kamu udah ga mau, bilang aja gapapa. Kamu toh, nantinya juga akan punya pacar. Itu sebabnya kamu juga ga usah khawatir, aku ga kan maksa minta perawanmu. Kamu masih perawan kan?” tanyanya sambil tersenyum. ”Masih pak.”
”Nah, ga usah khawatir aku ga akan maksa. Kecuali kalo nanti kamu sendiri yang mau.” katanya. ”Yang jelas tadi malem aku seneng banget kamu nyenengin aku. Dulu waktu pacaran, ibu tuh juga suka mengoral aku. Tapi ga tau kenapa setelah menikah, maunya selalu langsung aja. Dioral ga mau, diminta oral juga nolak. Padahal laki-laki paling seneng kalo digituin, apalagi sampe keluar. Coba lihat nih...” sambungnya lagi sambil memencet remote. Ternyata waktu aku di kamar tadi pak Iwan sudah memasang dvd. Terlihat adegan mesra pasangan berciuman, sepertinya orang Jepang. Mereka melakukan ciuman seperti yang kami lakukan semalem. ”Itu french kiss namanya.” kata pak Iwan. Ceweknya juga mungil seperti aku. Di layar tertulis namanya Nana. Mungil dan cantik. Nana kemudian menjilati puting laki-laki itu. ”Oh, ternyata laki-laki memang suka dijilati putingnya,” pikirku. Lalu turun ke perut dan pusar. ”Perhatikan...,” kata pak Iwan, ”Dia ga langsung ngemut, tapi dijilat dulu bolanya... tuh...” aku perhatikan Nana menjilati bola, lalu sepanjang tongkol naik turun, dikecup-kecup dan diciuminya batang laki-laki itu. Baru dimasukkan ke mulut, sambil meraba-raba bolanya dan sesekali menggosok anusnya pelan. Laki-laki itu terlihat menikmati sekali, lalu dia bicara apa ga jelas, seperti menggumam buat telingaku. Lalu Nana melepas kulumannya, tetap mengocok tongkolnya dengan tangan dan menjilati bolanya. Laki-laki itu mengangkat kaki ke atas seperti perempuan, lalu Nana menjilati lubang anusnya. Laki-laki itu mengerang dan badannya berkedut-kedut. ”Laki-laki juga sangat suka digituin Tin,” kata pak Iwan mengagetkanku. Membuat aku sadar bahwa kami sedang nonton berdua. ”Emang rasanya ga gimana gitu ya Pak?” ”Kalo pake ludah yang banyak, ga berasa apa-apa Tin, ga ada rasanya.” Sekarang tangannya mengelus-elus pinggangku. Aku masih menonton film itu hingga ke adegan persetubuhan, pak Iwan mengelus-elus pahaku. Lama dan pelan. Mereka sudah berganti posisi berkali-kali, pak Iwan meraba celana dalamku. Sudah basah. Dia menggosok-gosok vaginaku dari luar. Aku menghela napas, sekali lagi aku merasakan kenikmatan. Adegan persetubuhan semakin kencang, dan tiba-tiba laki-laki itu melepas tongkolnya dan mengarahkan ke wajah Nana. Nana menjulurkan lidahnya. Muncratan pertama diarahkan laki-laki itu ke lidah Nana, lalu muncrat ke dahi, hidung dan pipi. Gadis mungil itu tampak menikmati dan masih menjulurkan lidah, menahan cairan kental itu di lidahnya. ”Oh, begitu ya...” batinku. Seperti bisa membaca pikiranku, pak Iwan menerangkan, ”Selain seperti yang kamu lakukan semalem, laki-laki juga suka lihat cairannya diterima di lidah atau bibir, terus ditumpahin ke muka. Itu namanya Cum on Face atau Facial. Kalo yg semalem itu CIM…, Cum in Mouth.” Kulihat Nana memamerkan dulu cairan di lidahnya sebelum menelannya habis.

Adegan film selesai dan berlanjut ke film berikutnya. Pak Iwan menarik aku rebah di sampingnya. Tangannya masih menggosok-gosok vaginaku. Kami berciuman, mempraktekkan french kiss yang aku lihat di film. Tangan kirinya menelusup ke punggungku melepas kait BH. Kemudian dia mengangkat kaosku dan kini menyedoti putingku, ”aaaghhh...” aku merasa lemas. Tangannya kembali ke bawah menggosok-gosok celana dalam sambil membuka rokku. Aku tak sadar kapan akhirnya menjadi telanjang bulat dan mengangkang di sofa, sementara pak Iwan berlutut di bawah menenggelamkan wajahnya di selangkanganku. ”Ooogghhh... paaaakkk” aku melihat adegan di layar TV, mereka saling menghisap dalam posisi terbalik. Pak Iwan melirik sebentar ke belakang, lalu membuka celananya dan membujur rebah di sofa sambil meminta aku mengarahkan vaginaku ke mulutnya meniru adegan di TV. Aku pun langsung melahap tongkolnya, ”Eit! Jangan langsung Tin, diciumin dulu.” Aku pun menuruti dan mengingat cara Nana melayani laki-laki tadi. Aku terdiam sebentar menikmati ciuman Pak Iwan di vaginaku. Lalu kujilati bola dan batang tongkolnya dan... ”Aaaagghh...” aku mengejang tak kusangka pak Iwan akan menjilati lubang anusku. Kini aku tahu nikmatnya rangsangan di anus. Tidak ragu-ragu lagi, aku balas serangan pak Iwan. Rupanya dia betul-betul guru yang baik, memberi contoh sebelum meminta aku melakukannya. Dia melipat kakinya mengangkang saat kujilati anusnya. Pertama rasanya pahit, lalu kukumpulkan air ludah lebih banyak di lubang itu. Ada jembut halus disekelilingnya. Pak Iwan terhenti menikmati jilatanku. Sambil mengerang dia bilang, ”Tin, kalo begini ini namanya 69. Tau kan kira-kira kenapa disebut 69?” ”Karena kebalik pak”
”Pinterrr...” katanya melanjutkan serangan, kali ini di klentitku. Aku tersenyum geli mengulum tongkolnya lalu mengemut sambil bergerak naik turun. Selain menjilat aku rasakan jempol pak Iwan mengusap-usap vaginaku dan sesekali melesak sedikit masuk. Rasanya nikmat, meski aku agak khawatir kalo perawanku sobek. Lagi-lagi seperti mampu membaca pikiran, pak Iwan menerangkan, ”Ga usah khawatir Tin, selaput dara letaknya di dalem, kalo cuma seujung jempol ga akan kena.” Aku pun lebih tenang menikmati gesekan jempolnya dan jilatan di kelentitku. Lama-lama aku tak tahan lagi, kudukku merinding, menjalari punggung sampai ke pinggang, paha dan vaginaku mengencang saat... ”Huummpphh...ghhh” aku orgasme sambil mengulum tongkol pak Iwan. Pak Iwan membiarkanku beberapa saat menikmati orgasmeku yang kedua sejak tadi malam.
..............................
Setelah sabar menunggu beberapa menit Pak Iwan lalu berdiri dan memintaku duduk di sofa. Tanpa perlu diajari lagi aku langsung melanjutkan kocokan tangan dan mulutku di tongkolnya. Dia memegangi kepalaku, kadang kencang sedikit menjambak, kadang lemah. Aku meraba-raba bolanya dan menggosok anusnya (pelajaran baru siang ini). Genggaman tangannya di rambutku semakin kencang, kurasakan juga otot pahanya mengencang, ”Teruuuussss Tin, teruuuuusss...hhh,” katanya sambil menengadah, ”Siap-siap ya Tin, siap-siap...” aku tahu dia akan keluar seperti tadi malam. Dicabut tongkolnya dari mulutku, sambil mengocok dia menyuruhku, ”Julurin lidahnya, meletin... ” lalu cruuuttt...crut cairan kental asin itu terasa di lidahku, sisanya muncrat ke hidung dan mata, membuatku memejamkan mata sebelah. ”Ahh hhhh...hhh... kamu cepet belajar ya,” ucapnya sambil tersenyum lebar. Jempolnya menghapus sperma di kelopak mataku dan menambahkannya di lidahku. Secara naluri aku tahu ini saatnya menelan semuanya. Dia memandangiku, lalu membungkuk, mengecup mataku yang tadi terpejam kena sperma, dan mencium bibirku. Kami berciuman, dia mengangkat tubuh mungilku dengan ringannya, dan menggendongku dalam dekapannya. Kakiku memeluk pinggang pak Iwan dalam gendongannya dan kami berciuman lama sekali sambil berdiri. Dalam hati, aku bahagia sekali menjadi ”istri di siang hari”.

Kami lalu berpakaian, aku membantunya merapikan kancing kemeja dan dasi, bersikap seolah-olah istrinya. Ia tersenyum memandangiku waktu merapikan dasinya, aku senang dipandangi seperti itu. ”Ga makan dulu pak?” tanyaku. ”Maap ya bisa telat nanti,” jawabnya sambil mengecup keningku. Aku melirik jam dinding sudah jam 1 lewat 5. Pak Iwan butuh waktu paling lama 10 menit untuk sampai ke kantornya. Justru waktu untuk turun ke basement dan jalan ke mobil seringkali lebih lama dari perjalanannya. Dia mengecup bibirku sekali lagi, waktu berpamitan. Sejak hari itu aku sadar akan menjalani peran baru di keluarga ini. Tapi aku bahagia dengan peranku itu.

(bersambung)


Bonus Video

Intip Cewek Lagi Pipis
Perawan

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Lanjutannya dong Bro

Kumbara Sakti mengatakan...

* Jual Obat Aborsi,,

* Obat Penggugur Kandungan,,
* what I have read on this page is enough to make me satisfied can menik die this article thanks greetings *
* Harga Obat Aborsi,,

Posting Komentar


Get paid To Promote at any Location
Copyright © Cerita S3X